Badan
Usaha berbentuk Badan Hukum
Karakteristik
suatu badan hukum yaitu terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan
badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya.
Badan
Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri dari :
1. Perseroan Terbatas (“PT”)
·
Memiliki
ketentuan minimal modal dasar, dalam UU 40/2007 minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000
(lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar telah disetorkan ke
dalam PT;
·
Pemegang
Saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya;
·
Berdasarkan
peraturan perundang-undangan tertentu diwajibkan agar suatu badan usaha
berbentuk PT.
2. Yayasan
·
Bergerak
di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota;
·
Kekayaan
Yayasan dipisahkan dengan kekayaan pendiri yayasan.
3. Koperasi
·
beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasar
atas asas kekeluargaan.
·
Sifat
keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak ada paksaan untuk
menjadi anggota koperasi dan terbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk
menjadi anggota koperasi.
Badan
Usaha bukan berbentuk Badan Hukum
Lain
halnya dengan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum, pada bentuk badan
usaha ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan
pemiliknya.
Badan usaha bukan berbentuk
badan hukum terdiri dari:
4. Persekutuan Perdata
·
Suatu
perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan
sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi
karenanya;
·
Para
sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas Persekutuan Perdata.
5. Firma
·
Suatu
Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah nama bersama;
·
Para
anggota memiliki tanggung jawab renteng terhadap Firma.
6. Persekutuan Komanditer (“CV”)
·
Terdiri
dari Pesero Aktif dan Pesero Pasif/komanditer.
·
Pesero
Aktif bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi, sedangkan pesero pasif
hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam CV.
Apabila PD/UD akan "diubah" dengan
badan usaha lainnya, maka PD/UD tersebut akan dibubarkan serta izin yang
dimiliki oleh PD/UD tersebut akan dicabut. Selanjutnya, akan didirikan badan
usaha yang sesuai dengan karakteristik dan visi misi yang diinginkan.
Perjanjian
Kerja
Apabila yang dimaksud dengan pertanyaan Anda
terkait perjanjian tenaga kerja dengan pengusaha adalah perjanjian tertulis,
maka pengusaha yang melakukan perjanjian secara lisan dengan tenaga kerja yang
diperkerjakannya sudah merupakan Perjanjian yang memiliki akibat hukum, hal ini
berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan bahwa “Perjanjian Kerja
dibuat secara tertulis atau lisan”.
Tanpa adanya perjanjian, maka tidak adanya
kesepakatan untuk melakukan hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja
baik lisan maupun tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal 50 UU No. 13/2003
yang menyatakan “hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja
antara pengusaha dan pekerja/buruh”.
Agar Perjanjian yang terjadi antara pengusaha
dengan tenaga kerja dapat sah secara hukum, maka perjanjian yang dibuat antara
pengusaha dengan tenaga kerja haruslah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai
Pasal 1320 KUHPer yaitu:
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu
hal tertentu; dan
4. Suatu sebab
yang halal
Sehingga, perjanjian baik secara tertulis
maupun lisan antara pengusaha dengan tenaga kerja yang diperkerjakannya tetap
memiliki hubungan hukum diantara mereka selama perjanjian tersebut sah secara hukum
dengan mengikuti syarat-syarat sahnya perjanjian.
Kewajiban membentuk
Peraturan Perusahaan
Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU 13/2003,
diatur bahwa setiap Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang
mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Adapun yang dimaksud dengan Pengusaha
berdasarkan Pasal 1 angka 5 huruf a UU 13/2003 adalah;
“orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.”
Dari kedua ketentuan pasal tersebut di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa Perusahaan (termasuk PD/UD) harus memiliki
peraturan perusahaan jika mempekerjakan pekerja/buruh sejumlah 10 (sepuluh)
orang atau lebih.
Hak-Hak
Pekerja
Berdasarkan UU 13/2003, hak-hak pekerja yang
diatur yaitu sebagai berikut :
Memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11);
Memperoleh pengakuan
kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di selenggarakan
lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau
pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat 1);
Memperoleh waktu istirahat
dan cuti dengan ketentuan sebagai berikut (Pasal 79):
·
istirahat
antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam
kerja;
·
istirahat
mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
·
cuti
tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh
yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
·
istirahat
panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh
dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama
dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
Memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86
ayat 1);
Memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1);
Memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja (Pasal 99 ayat 1);
Membentuk dan menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 104 ayat 1);
Melakukan mogok kerja
sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137);
Menerima pembayaran uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja jika terjadi pemutusan hubungan
kerja (Pasal 156 ayat 1);
Hak khusus untuk
pekerja/buruh perempuan (Pasal 82):
-
Memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan
1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan;
-
Memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan jika mengalami keguguran kandungan
sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Sumber :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f51947253585/jenis-jenis-badan-usaha-dan-karakteristiknya
0 komentar:
Posting Komentar